Malamnya, Sungyeol duduk diatas meja belajarnya. Ia
mengusap-usap dahi yang memar karena ulah jentikkan jari jahil Sulli. Tiba-tiba
Myungsoo datang dan masuk kedalam kamarnya. Ia tampak sedikit geram. Lidahnya
sudah mulai menyusut dan bibirnya sudah bisa menutup. Myungsoo meletakkan gelas
dengan keras. Sungyeol terkejut. Ia melihat didalam gelas itu adalah minuman
teh dari rosemary.
“kau saja yang minum!” sentak Myungsoo. Kini ucapannya sudah
jelas.
“a, apa ini?” bingung Sungyeol.
“racikan dari Sulli. Kenapa kau sok tau sekali. Kau cerita
padanya kalau aku suka teh rosemary??? Padahal aku sama sekali tidak suka..apa
lagi baunya..weekk” kata Myungsoo sambil menggeser gelas itu hingga jaraknya
dekat sekali dengan Sungyeol.
“maaf saja, tapi aku tidak pernah cerita tentang dirimu pada
Sulli. Aku saja baru kenal kau tiga hari ini! Mana aku tahu kalau kau tidak
suka teh rosemary” ujar Sungyeol menyangkal. Myungsoo terdiam. Sepertinya ia
juga berpikir kalau Sungyeol tidak tahu apa-apa tentang dirinya.
“yeoja neommu pabo” tawa Myungsoo. Ia lalu pergi keluar
kamar.
“Myung..Myungsoo! apa Sulli sudah pulang?” tanya Sungyeol.
Myungsoo hanya menganggukkan kepalanya.
Esoknya
hari senin mereka sekolah. Tumben, hari ini Sungyeol sedang waras dan ia
berangkat tepat waktu. Ia berangkat dengan Myungsoo.
“sudah dapat kabar dari ibumu?” Sungyeol membuka pembicaraan
ditengah-tengah perjalanan. Sungyeol merasa ia tidak boleh diam-diam terus
dengan Myungsoo. Myungsoo menggeleng.
“aku sudah kirim e-mail, SMS, tidak dibalas....aku telepon,
dia angkat dan dia tutup lagi. Katanya dia sangat sibuk” jawab Myungsoo dengan
mimik dinginnya.
“hemmm... baguslah kalau begitu. Setidaknya kau dengar suara
ibumu” kata Sungyeol tersenyum. Myungsoo memandangi wajah Sungyeol yang
sepertinya menyimpan rasa sedih.
“apa kau sensi jika berbicara tentang ibu?” tanya Myungsoo
hati-hati.
“aha! Tidak..untuk apa aku sensi? Aku sudah lupa dengan
suara ibuku.. aku rasa itu memang harus dilupakan” Sungyeol menundukkan
kepalanya.
“kenapa?” Myungsoo yang juga merasa harus dekat dengan
Sungyeol, berusaha bertanya tentang Sungyeol.
“dulu waktu aku masih SMP. Aku berusaha mengingat suara
ibuku dan ayahku..tapi, jika semakin lama aku mengingatnya aku merasa tidak
merelakan kepergian mereka. Aku menjadi egois, merasa hidup ini tidak adil..dan..yaa,
begitulah” jelas Sungyeol.
“aku juga lupa dengan suara ayahku..” Myungsoo berusaha
membuat Sungyeol nyaman.
“setidaknya, ayahmu masih hidup. Dia hanya bercerai saja iya
kan?”
“aku tidak tau bagaimana rasanya kehilangan kedua orangtua
untuk selamanya. Tapi mempunyai pengalaman ditinggal oleh Ayah, aku rasa aku
sedikit mengerti perasaanmu” Myungsoo memandang wajah Sungyeol lagi. Sungyeol
pun memandang wajah Myungsoo. Kini mereka saling pandang-pandangan. Kemudian,
Sungyeol menundukkan kepalanya.
“kau tau, Myungsoo? Kau masih jauh beruntung daripada aku.
Aku kehilangan kepercayaan diri semenjak orangtuaku meninggal. Itulah sebabnya
aku cupu..bahkan pecundang, seperti yang kau katakan padaku” guman Sungyeol.
Myungsoo ingat apa yang ia tulis saat ia bilang kalau dirinya populer dan
Sungyeol adalah pecundang. Ia merasa sedikit bersalah dan menyesal.
“kata-kata yang kutulis itu...sama sekali tidak benar, Yeol.
Aku hanya kesal padamu...” belum Myungsoo melanjutkan kata-katanya. Trainway
sudah datang.
“Myungsoo..ayo masuk” ajak Sungyeol. Mereka berdua masuk dan
mereka duduk bersebelahan di dalam trainway. Tak ada sepatah katapun terucap
lagi. Bahkan Myungsoo tidak melanjutkan kata-katanya yang tadi.
Sepulang
sekolah. Sungyeol harus masuk ekskul basket. Sekarang adalah latihan melempar
bola ke ring dengan jarak 3 meter dari ring basket. Sungyeol dan yang lainnya
berusaha memasukkan bola. Semuanya tampak berhasil, tapi tidak bagi Sungyeol.
Sudah puluhan kali ia berusaha melempar basket tapi ia hanya berhasil mencetak
5 angka.
“Bodoh! Kau ini benar-benar cheerleaders ya?? masa melakukan
shoot dari jarak 3 meter saja tidak bisa?” umpat salah satu anak yang daritadi
kesal melihat Sungyeol tidak berhasil memasukkan bola.
“sudah kelas 3 tapi seperti anak kelas 3 SD saja melakukan
Shoot”
Sungyeol terdiam. Ia tidak mendengarkan kata-kata orang yang
terus mengejeknya.
“heii..diakan sudah berusaha, biarkan saja dia...MENJAMUR
dilapangan!” umpatan lagi dari seorang anak yang membuat semua anak bersorak
menertawakan Sungyeol.
“BAAAK!!!” bola basket mendarat di kepala Sungyeol. Sungyeol
tersungkur jatuh karena kesakitan. Ia berusaha bangkit tapi lemparan kedua
mengenainya lagi.
“haha! Begitu saja JATUH?? Dipertandingan nyata kau akan
mendapatkan lemparan keras lebih dari itu. Benar-benar seperti yang dikatakan
Myungsoo. Kau itu Ban...”
“BUUGG!” Myungsoo menonjok wajah anak yang daritadi banyak
omong itu.
“jaga ucapanmu, dipertandingan nyata jika kau tidak menjaga
sikap. Kau akan mendapatkan pukulan yang lebih keras daripada itu!” bentak
Myungsoo. Anak yang ditonjok Myungsoo itu jatuh terkapar kesakitan. Myungsoo
menatap semua anak yang tadi merendahkan Sungyeol. Semuanya tampak takut dengan
Myungsoo. Mereka menunduk dan berpura-pura tidak tahu.
“jika aku dengar ada yang berusaha merendahkan anak ekskul
disini lagi. Aku tidak sungkan-sungkan merontokkan gigi kalian semua. Apa
kalian mengerti?!!!” teriak Myungsoo yang wajahnya sudah seperti devil.
“Me..mengerti..” jawab semua anak ekskul sigap.
Sepulang sekolah..
“Sungyeol!” tiba-tiba Myungsoo memanggil Sungyeol dari
belakang. Sungyeol menengok kebelakang dan ia mendapatkan Myungsoo sedang
berlari-lari mengejarnya.
“mau ke pusat kota dulu?” ajak Myungsoo. Sungyeol sedikit
aneh melihat Myungsoo bicaranya padanya dengan senyuman yang tulus.
“ahh? Tapi ini sudah jam 6 sore??”
“tak apa, aku yakin Sunggyu-hyung dan Sungjong tidak
keberatan kita jalan-jalan sebentar” ujar Myungsoo menarik lengan Sungyeol.
“eh, tapi..mau apa??” Sungyeol kebingungan.
“sudah lama aku tidak ke pusat kota” senang myungsoo.
Sungyeol gembira. Ia senang bisa sedikit akrab dengan
Myungsoo. Padahal awalnya, ia sangat membenci Myungsoo. Tapi, Myungsoo sudah
membelanya di ekskul dan kini Myungsoo minta diantar jalan-jalan kepusat
kota^^.
Mereka
berdua sudah berada di pusat kota. Mereka bermain di arena permainan digital.
Makan gulali, minum soda dan tawa canda terurai diwajah mereka. Tampaknya
Myungsoo memang mau berteman akrab dengan Sungyeol dari awal. Tapi, Sungyeol
terlalu egois untuk menyadarinya.
Disebuah kedai hiburan. Pasangan Myungyeol ini tampak sedang
mengamati gadis-gadis korea yang lalu lalang didepan mereka dengan pakaian
super sexy bak model.
“Yeoja itu..ukuran dadanya berapa ya?” Sungyeol penasaran.
“aku lebih penasaran dengan ukuran celana dalamnya” Myungsoo
bercanda >__<
“ahahahaha... kau ini” guman Sungyeol sambil memukul pelan
punggung Myungsoo.
“oia.. aku penasaran. Waktu aku baru gabung di ekskul
basket. Kenapa kau membiarkan aku memukul wajahmu berulang kali? Padahal waktu
kau berkelahi dengan Byunghyun, anak preman yang suka berkelahi itu kau dengan
mudahnya mengalahkan dia. Dan...kau tampak tidak terkena pukulan sama sekali?”
tanya Sungyeol. Myungsoo menundukkan kepalanya.
“waeyooo?” tanya Sungyeol, maksa. Myungsoo menatap wajah
lucu Sungyeol dan ia tersenyum.
“karena..daridulu aku tertarik padamu” jawab Myungsoo sambil
menegak sodanya.
“tertarik? Kau suka padaku? o.O” Sungyeol tidak mengerti.
“yaapp...begitulah :D. Aku pikir wajahmu yang lucu itu asyik
jika dijadikan teman.. maksudku kau terlihat polos”
“Polos?? Aku polos?? Yang benar saja, Myungsoo!”
“aku berpikir teman-temanku disekolah menganggapku sebagi
tameng dan tidak ada yang tulus berteman denganku. Karena aku selalu
mendapatkan ranking pertama dikelas, selalu menjuarai kompetisi basket, dan..ya
kau tau, disukai banyak yeoja di sekolah..” kata Myungsoo.
“apa karena aku polos aku bisa dijadikan budak olehmu?
Disuruh sesukamu?” Sungyeol masih tidak percaya.
“tidak..aku tidak akan melakukan hal tega itu padamu, Yeol!”
kini giliran Myungsoo yang menepuk pundak Sungyeol. Tapi yang ini lebih keras
sehingga membuat Sungyeol sedikit merasa sakit.
“kau suka Sulli?” tanya Sungyeol. Myungsoo yang sedang minum
menjadi tersedak. Ia cekikikan. Sungyeol aneh melihat tawa Myungsoo.
“yeoja itu banyak bohongnya. Selalu mengarang cerita. Tak
kusangka aku harus menderita karena kebohongannya” Myungsoo mengelap mulutnya
dengan tisu.
“hmmm... sepertinya begitu. Aku rasa ia berbohong demi kau”
ujar Sungyeol.
“aku suka padanya..”Sungyeol tanpa sungkan mengatakan hal
itu. Myungsoo terkejut.
“entahlah..dia lebih suka padamu”
“Tenang saja...dia bukan tipe yang kusuka, lohh...” Myungsoo
menenangkan Sungyeol.
“Myungsoo..sudah jam 8! Ayo kita pulang” Sungyeol segera
menarik lengan Myungsoo dan segera pergi ke sheltter Trainway.
Besok
hari ulang tahun Sulli! Sungyeol yang masih menyimpan perasaan suka pada Sulli
sangat gembira menerima undangan. Myungsoo yang juga mendapat undangan, malah
menjadikan kertas undangan itu sebagai pengelap kaca jendela kamar Sungyeol
yang sudah banyak debunya itu.
“kau yakin mau datang, Yeol?” tanya Myungsoo meyakinkan.
“tentu saja! Mungkin aku akan menyatakan perasaannya
padanya” jawab Sungyeol semangat.
“kalau begitu aku tidak akan hadir. Takut mengganggu aksi
konyol mu” kata Myungsoo.
“ehhh...tidak, tidak... kau juga ikut! Kau harus bilang
padanya kalau kau tidak suka pada Sulli!”
“kau gila? Kau menyuruhku untuk bilang pada Sulli kalau aku
tidak suka padanya di hari yang sama kau menyatakan perasaanmu??” Myungsoo
bingung tak habis pikir.
“lalu bagaimana kalau dia menolak perasaanku karena ia masih
suka padamu?? Kalau kau terang-terangan bilang padanya kau tidak suka pada
Sulli. Aku yakin dia akan berhenti mengejarmu dan mau memberikanku kesempatan
untuk menjadi kekasihnya!” jelas Sungyeol. Myungsoo hanya geleng-geleng kepala.
“kumohon Myungsoo......JEBAL^^!!” mohon Sungyeol dihadapan
Myungsoo. Myungsoo mengangguk mengerti.
“Iyyeeyy!! Kau baik sekali!” senang Sungyeol. (Bersambung)
yeee~ akhirnya akrab jug kekeke...
BalasHapuseh, tadi pas uyol tanya 'Kau menyukaiku?' kirain mereka bakalan jadian aja gitu abis itu #plakk